|
Pak Ginting, dengan Penganak, Gung kecil |
Di dalam masyarakat Karo dikenal perumpamaan Bagi si malu gung (bahasa Karo) yang dalam bahasa Indonesia berarti seperti pemukul gong. Perumpamaan ini lahir dari salah satu produk kebudayaan dalam bentuk kesenian musik, yang dikenal dengan sebutan Si Lima Sendalanen yang berarti lima sejalan . Si Lima Sendalanen ini merupakan sebutan bagi pemain musik di Suku Karo yang memang terdiri dari lima perangkat alat musik yakni: Sarune (aerofon), gendang indung (membranofon), gendang anak (membranofon), gung, dan penganak (gung kecil). Kembali ke fokus awal, dalam permainannya gung dan penganak ini berfungsi sebagai pengatur ritme. Gung dipukul pada saat pukulan penganak yang kedua dan berlaku seterusnya, dengan kata lain, Penganak dimainkan dua kali, gung sekali. Fungsi Gung ini walaupun terlihat sangat sederhana dengan sekadar memukulnya secara konstan sesuai dengan ritme, tapi sekali salah, bisa mengacaukan semuanya, pemain musik lain, penyanyi dan bahkan orang yang menari yang sedang diiringi oleh Si Lima Sendalanen ini.
Perumpaan di atas mengumpamakan orang yang kalau baik/benar, tidak dipuji tapi kalau salah dicibir bahkan dimaki.
Orang tidak melihat sebanyak apapun yang baik yang dia lakukan, tetap diingat kesalahan yang tetap dia lakukan.
Miris -menurutku pribadi- kejadian yang diumpamakan perumpamaan tersebut, tapi dalam kehidupan yang menjadi inspirasi lahirnya perumpamaan itu juga ada hal lain di mana ada orang yang tetap mengingat-ingat kebaikannya ditengah kesalahan, keburukan yang banyak dilakukannya. Hal yang baik yang pernah dilakukannya dijadikan pembelaan akan keburukan. Lebih parah daripada Bagi si malu gung.
No comments:
Post a Comment